Ini adalah cerita dari temanku yang dulu ketika masih kecil tinggal di
Banyuwangi. Di kampung tempat tinggalnya dulu itu masih banyak
tanaman-tanaman besar sehingga kalau malam gelap sekali terutama kalau
tidak ada bulan. Apalagi waktu itu listrik belum masuk desa. Temanku
biasa sholat di langgar (surau, mushola) terutama waktu subuh dan
maghrib. Menurut temanku langgar itu sudah lama berdiri, sebelum dia
lahir sudah ada. Bangunanya sangat sederhana dindingnya dari anyaman
bambu (gedek). Disana sini dindingnya sudah pada berlobang. Bahkan
didepan tempat imam dinding bawahnya sudang bolong cukup besar karena
sering kena air hujan dan umurnja yang sudah puluhan tahun. Alat
penerangannya berupa sentir. Waktu itu sentir biasanya dibuat dari botol
(pendek) umumnya bekas tempat tinta diisi minyak tanah dan diberi sumbu
dari potongan kain. Tentang keadaan seperti itu aku dapat membayangkan
karena keadaan kampungku juga kurang lebih seperti itu waktu aku masih
sekolah SR.
Suatu saat menjelang subuh dia berangkat ke langgar.
Sebenarnya dia males banget berangkat sebab semalam hujan turun sehingga
hawanya dingin sekali. Diluar bintangpun tidak terlihat karena mendung
masih meyelimuti pagi itu sehingga keadaan masih gelap. Angin bertiup
agak kencang menambah dingin. Sampai di langgar jemaah pun tidak banyak
seperti biasanya.
Tidak lama menunggu sholatpun dimulai. Angin
bertiup makin keras. Karena jendela langgar dibuka maka anginpun masuk
kedalam. Nyala sentir bergoyang goyang tertiup angin. Saat sujud
terakhir tiba-tiba lampu sentir mati, tertiup angin yang semakin
kencang. Gelap sekali sampai orang sholat di baris depannya saja tidak
terlihat. Setelah membaca tahiyat akhir beberapa lama tidak terdengar
imam mengucapkan “asalamu'alaikum”. Ditunggu-tunggu masih belum juga
terdengar “assalamu'alaikum” juga. Akhirnya orang yang sholat persis
dibelakang imam menggapai tangannya kedepan, ternyata sang imam sudah
tidak ada ditempat. Kemudian dia berkata agak keras :
“Wah imamnya sudah nggak ada !!!”.
Yang
lain ada yang ketawa, ada yang mengomel suasana menjadi riuh ditengah
kegelapan. Seorang lalu menyalakan sentir, dan minta sholat diulang lagi
dengan imam pengganti.
Rupanya begitu sentir padam maka pak imam
yang orangnya suka bercanda timbul ide untuk iseng. Dia baca
“asalamu'alaikum” pelan sekali hanya terdengar untuk dirinya saja. Yang
lain tidak mendengar karena suara pohon-pohon yang terkena angin. Begitu
selesai mengucap “assalamu'alaikum” dengan perlahan-lahan dia keluar
melalui lubang (mbrobos) dinding yang ada didepan tempat imam. Selesai
sholat “ulangan” para jamaahpun pulang kerumah masing-masing. Beberapa
diantaranya pulangnya lewat depan rumah pak imam. Ketika sampai depan
rumahnya ternyata dia sedang duduk diteras sambil makan ketan dan
senyum-senyum.
“Assalamu'alaikum pak” ucap beberapa orang.
“Wa alaikumsalam “ jawabya sambil terus senyum penuh dengan kepuasan dan mengunyah ketan. Dasar tukang iseng.
(tsubiyoto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar